Epilepsi atau ayan dapat mengenai siapa saja, segala umur, perempuan dan laki-laki, serta semua kelompok ras atau etnis. Angka kejadian epilepsi pada laki-laki sedikit lebih tinggi daripada perempuan. Di negara-negara maju angka kejadian epilepsi berkisar pada angka 50/100.000/tahun. Di negara-negara miskin dan/atau berkembang angka kejadian epilepsi lebih tinggi; hal ini dipengaruhi oleh lebih beragamnya faktor risiko dan pelayanan kesehatan yang belum baik. Angka kejadian berdasarkan umur menunjukkan pola bimodal, yaitu tinggi pada kelompok usia di bawah 12 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kejadian epilepsi juga menunjukkan variasi geografis yang diduga berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan. Jumlah kasus epilepsi aktif adalah 5-10/1.000 penduduk. Secara keseluruhan, epilepsi mengenai 1% dari populasi umum. Faktor penyebab epilepsi sangat beragam, mulai dari faktor genetik sampai dengan trauma kepala. Perubahan genetik dapat menimbulkan gangguan fungsi sel-sel otak, abnormalitas perkembangan otak, kemunduran sel-sel otak yang bersifat progresif, atau kelainan metabolisme otak. Sebagian faktor risiko berhubungan dengan umur.1,2

Pemahaman masyarakat awam tentang epilepsi masih terbatas pada hal-hal tertentu, misalnya epilepsi sebagai penyakit keturunan, penyakit gila, dan penyakit menular melalui buih yang keluar dari mulut penderita pada saat sedang mengalami bangkitan. Sikap mereka terhadap epilepsi dipengaruhi oleh kepercayaan atau budaya setempat. Mereka percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat atau merupakan akibat (sebagai tebusan) dari upaya “golek pesugihan” (mencari harta kekayaan).3,4,5 Pendapat yang bersifat ilmiah diutarakan oleh Hippocrates. Dia berpendapat bahwa epilepsi merupakan penyakit yang didasari oleh adanya gangguan di otak; dengan demikian dia menganjurkan agar epilepsi diberi terapi fisik dan bukannya terapi spiritual. Pendapat Hippocrates ini kemudian mendorong para pakar epilepsi untuk melakukan penelitian-penelitian klinik, epidemiologik, genetik, dan eksperimental.6

Epilepsi merupakan istilah atau nama yang memayungi berbagai macam penyakit saraf dan sindrom (kumpulan gejala) yang faktor etiologinya sering kali tidak diketahui. Dengan demikian epilepsi bukanlah penyakit yang sebenarnya, namun demikian mempunyai “hak” untuk memiliki diagnosis tersendiri karena menunjukkan gejala klinik yang khas dan jejak gangguan neuronnya dapat dideteksi melalui elektro-ensefalogram (rekaman aktivitas sel-sel otak).7,8 Selain itu, jenis bangkitan (penampakan klinis) epilepsi di dalam konsep baru dianggap sebagai suatu kesatuan diagnosis yang mengandung makna penyebab, terapi (pengobatan) prognostic (prakiraan ke depan).9

 

Bangkitan epilepsi

 

Fungsi otak bersifat kompleks, meliputi fungsi-fungsi luhur, motorik (gerakan), sensorik (indera), autonom, koordinasi dan keseimbangan. Dilihat dari sisi lain, otak mengendalikan fungsi panca-indera. Manifestasi epilepsi didasari oleh gangguan fungsi otak yang disebabkan oleh kerusakan struktur otak (trauma, stroke, tumor, abses), gangguan metabolik/biokimiawi, infeksi otak, penyakit degeneratif, dan sebagian lagi tidak diketahui sebabnya. Dengan demikian tidaklah aneh apabila manifestasi epilepsi sangat beragam.

Manifestasi bangkitan epilepsi dapat berupa kejang (tonik atau kaku, klonik atau berkelojotan, tonik-klonik atau gabungan antara kaku dan berkelojotan), kehilangan kesadaran (termasuk absence atau lena), mata melirik (ke samping, ke atas), mata terbelalak, gangguan sensorik (nyeri, baal atau kesemutan, nyeri seperti terkena arus listrik, rasa panas menyengat seperti terkena api, rasa panas seperti terkena cabe), gangguan autonom (berkeringat, bulu kulit berdiri, perubahan warna kulit, perubahan tekanan darah, perubahan denyut jantung, perubahan ukuran pupil), gangguan fungsi luhur meliputi gangguan berbahasa dan berbicara, gangguan memori, gangguan kognitif termasuk dreamy states (keadaan seperti mimpi), gangguan afektif (termasuk takut, depresi, marah, mudah tersinggung, pikiran erotik), ilusi ukuran dan bentuk (makropsia – benda tampak lebih besar, mikropsia – benda tampak lebih kecil, jarak, berat, suara), halusinasi struktural (visual, pendengaran, pengecapan, penghiduan), automatismus meliputi oro-alimentary (gerakan otot-otot wajah dan mulut misalnya mengunyah, menelan, berkomat-kamit, keluar air liur), mimicry (termasuk tertawa, takut, marah, sangat gembira), gestural (menggosok-gosok, menepuk-nepuk, melepas kancing baju / celana, merapikan benda-benda di sekitarnya), ambulatory automatismus (berjalan, berlari, berputar), verbal automatism (suara yang tak jelas artinya, menggumam, bersiul, menggerutu, mengulang kata), responsive automatisms (sikap yang tampaknya responsif terhadap rangsang dari sekitarnya), dan violent behaviour misalnya bingung secara mendadak).10

Contoh bangkitan epilepsi yang lain adalah gerakan-gerakan aneh (oleh masyarakat awam dianggap sebagai saradan), perubahan perilaku termasuk hiperaktif, gerakan tangan tertentu (melempar, mencubit, memberi hormat), gerakan leher (mengangguk-angguk, menggeleng-geleng, mendongak, berputar), bola mata “terputar”. Dari berbagai laporan telah diidentifikasi lebih dari 40 jenis sindrom epilepsi yang didasari oleh perubahan-perubahan biokimiawi, anatomik, dan fisiologik.3,11,12

Bangkitan epilepsi dibagi menjadi bangkitan parsial (kesadaran pasien tetap baik) dan umum (kesadaran pasien menurun atau berubah). Bangkitan epilepsi parsial meliputi bangkitan parsial sederhana, bangkitan parsial kompleks, dan bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (secondarily generalized). Bangkitan epilepsi umum meliputi bangkitan lena (absence) dan bangkitan umum tonik-klonik primer. Bangkitan parsial kompleks mirip dengan bangkitan lena (keduanya merupakan bangkitan epilepsi). Sementara itu bangkitan umum tonik-klonik mirip dengan sinkop yang bukan merupakan bangkitan epilepsi.13

 

Simtom dan sindrom epilepsi

Di dalam epileptologi dikenal adanya istilah-istilah positive symptoms (extra symptoms misalnya kejang, gerakan kedut atau menyentak, gerakan involuntar – atau tak terkendali) dan negative symptoms (hilangnya fungsi neuron misalnya kelumpuhan fokal, penurunan kesadaran termasuk lena, disfasia, amnesia, kehilangan tonus otot yang bersifat mendadak dan berlangsung singkat, serta kebutaan sementara). Ditinjau dari aspek diagnostik, positive symptoms lebih “menggoda” ke arah epilepsi daripada negative symptoms. Sementara itu, negative symptoms lebih mengarahkan perhatian kepada gangguan serebrovaskular. Negative symptoms dapat menyulitkan penilaian klinik karena dapat muncul sebagai iktus (bangkitan) dan dapat pula muncul sebagai gejala pascabangkitan.14

Sindrom epilepsi adalah sekelompok tanda dan gejala bangkitan epilepsi yang biasanya muncul secara bersamaan. Sindrom epilepsi dibagi dalam dua kategori, ialah sindrom epilepsi umum (generalized syndrome) dan sindrom epilepsi parsial (localization-related syndrome). Pada sindrom epilepsi umum, bangkitan epilepsi dimulai dari kedua belah otak secara bersamaan. Sebagian besar kasus dilatarbelakangi oleh komponen genetik dan sebagian besar di antaranya menunjukkan fungsi neurologik normal. Sebaliknya, pada sindrom epilepsi parsial, bangkitan bermula di satu (atau lebih) fokus yang terbatas, walaupun bangkitan itu kemudian dapat menyebar dan seterusnya melibatkan seluruh hemisferium serebri.15,16

Sindrom epilepsi yang paling dikenal oleh masyarakat awam adalah epilepsi umum tonik-klonik ( generalized tonic-clonic seizure ) dengan manifestasi kejang seluruh tubuh yang dimulai dengan kaku kemudian berubah menjadi berkelojotan, tidak sadar, mulut berbuih, bola mata “terbalik”, dan mengeluarkan urin ( ngompol ) Manifestasi tadi bagi masyarakat awam merupakan gambaran yang “klasik”. Memang, manifestasi epilepsi didominasi oleh kejang. Namun demikian epilepsi bukan hanya dicirikan oleh kejang; sebaliknya, kejang belum tentu berarti epilepsi. Hal demikian ini kurang dipahami oleh masyarakat awam. Pada awalnya mereka tidak percaya bahwa gejala tertentu yang dialami penderita (tidak didominasi oleh kejang) merupakan manifestasi epilepsi. Sebagai contoh, mata yang berkedip-kedip secara tidak normal mungkin merupakan manifestasi epilepsi yang dikenal sebagai eyelid myoclonia. Sindrom ini terdapat pada anak-anak di bawah usia 15 tahun.3,17

Apabila ada anak dengan mata berkedip-kedip secara tidak normal, dapat ratusan kali dalam sehari, perlu diperhatikan lebih cermat apakah ada gejala dan tanda klinik lainnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah hiperaktif, kepala mengangguk-angguk atau berputar, bahu tersentak-sentak, mata melirik ke samping atau terputar ke atas, dan automatismus. Apabila anak menunjukkan kompleks gejala tadi maka perlu dicurigai adanya kemungkinan bangkitan epilepsi. Gambaran seperti tadi oleh para orang tua penderita dianggap sebagai suatu saradan atrau gejala dari cacingan. Para orang tua yang gelisah terhadap kedipan mata abnormal tadi beranggapan bahwa anak mereka mengalami gangguan mata; dengan demikian mereka membawa anaknya ke dokter spesialis mata terlebih dahulu.17 

 

Kepustakaan

  1. Edwards HE, MacLusky NJ, Burnham WM. 2000 Epileptic seizures: Do they cause reproductive dysfunction? Univ. Toronto Med. J. 2000; 77(2):104-11.
  2. Sanders JW. The epidemiology of epilepsy revisited. Curr. Opin. Neurol. 2003; 16(2):165-70.
  3. Harsono. Epilepsi.Ed.pertama 2001; Gadjah Mada University Press; Yogyakarta.
  4. Kotsopoulos IAW, van Merode T, Kessels FG, de Krom MCTM, Knottnerus JA. Systematic review and meta-analysis of incidence studies of epilepsy and unprovoked seizures. Epilepsia 2002; 43(11):1402-09.
  5. Kobau R, Price P. Knowledge of epilepsy and familiarity with disorder in the U.S. population: results from the 2002 Healthstyles survey. Epilepsia 2003; 44(11):1449-54.
  6. World Health Organization 1997 Epilepsy: historical overview. Fact Sheet N.168. URL http://www.who.int-fs/en/fact168.html. Cited on 16/02/2004
  7. American Epilepsy Society. Seizures and Epilepsy: An overview;2000.
  8. Palace J., Lang B. Epilepsy: an autoimmune disease? J Neurol Neurosurg Psychiatry 2000; 69:711-14.
  9. Engel JJr. A proposed diagnostic scheme for people with epileptic seizures and with epilepsy: report of the ILAE Task Force on Classification and Terminology. Epilepsia 2001; 42(6):796-803.
  10. Shorvon S. Handbook of Epilepsy Treatment. 1st published 2000. Blackwell Science Ltd. London.
  11. Anderson VE, Hauser RA, Risch SS. Genetic heterogeneity and epidemiology of the epilepsies. Adv Neurol 1999; 79; 59-73.
  12. Gardiner,M; Lehesjoki A.E. Genetics of the epilepsies. Curr Opin Neurol 2000; 13; 157-64.
  13. Browne TR, Holmes GL. Epilepsy. N Engl J Med 2001; 344(15):1145-51.
  14. Manford M. Assessment and investigation of possible epileptic seizure3s. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2001; 70 (Suppl II):ii3-ii8.
  15. ILAE: Commission on Calssification and Terminology of the Inter ational League Against Epilepsy. Proposal for revised classification of epilepsies and epileptic syndromes. Epilepsia 1989; 30:389-99.
  16. Benbadis SR. Epileptic seizures and syndromes. Neurol Clin 2001; 19:251-70.
  17. Harsono. A study of 72 children with eyelid myoclonia precipitated by eye closure in Yogyakarta. Neurol. J. Southeast Asia 2003; 8: 15-24.